Hari Ini, Tepat 71 Tahun Peristiwa Tank, Meriam dan Artileri Mengarah ke Istana Presiden

Peristiwa-17-Oktober-1952
Peristiwa 17 Oktober 1952 (Dok. Kompas)

JAKARTA – Pada 17 Oktober 1952, tepat terjadi peristiwa sejumlah Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) yang dipimpin Kolonel Abdul Haris (AH) Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) bersama rakyat melalukan aksi demonstrasi di depan Gedung Istana Merdeka, Jakarta.

Pada saat itu, Tank dan Meriam serta persenjataan artileri lainnya dihadapkan ke arah Gedung Istana Merdeka untuk meminta tuntutannya agar dapat dikabulkan oleh Presiden Soekarno pada saat itu.

Tepat pada tanggal 17 Oktober 2023, peristiwa tersebut telah berumur 71 tahun.

KILAS AWAL KEJADIAN

Dikutip dari Kompas.com (17/10/2023), latar belakang terjadinya peristiwa 17 Oktober 1952 tersebut karena tertundanya Pemilihan Umum (Pemilu) yang dianggap sebagai strategi Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) untuk mempertahankan kedudukan mereka ditengah kondisi politik yang tidak stabil pada kala itu.

Kemudian, kondisi tersebut semakin diperparah dengan adanya sejumlah pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara. Sementara itu, banyak juga anggota Militer yang menjadi pimpinan politik yang membuat KSAD Kolonel AH Nasution dan Kepala Staf Angkatan Perang Mayjen TB Simatupang ingin mengembalikan tentara sesuai dengan fungsinya.

Namun, situasi tersebut mendapat respons tidak baik oleh Kolonel Bambang Supeno. Yang saat itu, Supeno tidak sependapat dengan AH Nasution dan bahkan menganggap kinerjanya tidak baik.

Akhirnya, Supeno mengirimkan surat ke Parlemen. Karena, merasa tidak puas dengan kepemimpinan AH Nasution. Sehingga, internal militer ikut terpecah menjadi dua pandangan dan DPRS ikut andil dalam masalah itu. DPRS kemudian membuat sejumlah mosi untuk menyikapi masalah internal yang terjadi.

Mosi itu menjadi sebuah persoalan baru. Karena, dianggap terlalu mengintervensi terhadap masalah internal TNI. Keadaan politik yang tidak stabil itu juga membuat rakyat geram dan menginginkan agar Pemilu dipercepat sehingga anggota parlemen dapat segera diganti.

PERISTIWA UNJUK RASA DI ISTANA

DPRS yang terlalu mengintervensi TNI AD itu membuat AH Nasution dan perwira militer lain meluapkan ketidakpuasannya dengan melakukan unjuk rasa. Pada 17 Oktober 1952, para perwira militer bersama 30.000 demonstran melakukan unjuk rasa di Istana Merdeka, tempat tinggal Presiden Soekarno. Tank, meriam, dan persenjataan artileri bahkan dihadapkan menuju ke Istana Merdeka. Namun, hal tersebut bukan untuk melakukan perlawanan, mereka hanya meminta parlemen dibubarkan dan konflik dalam tubuh militer segera diakhiri.

SOEKARNO TEMUI DEMONSTRAN

Akhirnya, Presiden Soekarno menemui para demonstran dan mengatakan bahwa parlemen tidak begitu saja bisa dibubarkan. Sebab, menurutnya ia bukanlah diktator yang bisa dengan bebas melakukan atau memutuskan apa pun begitu saja.

Soekarno membutuhkan pertimbangan dari berbagai pihak untuk menanggapi usulan yang disampaikan para demonstran. Lantas demonstran sekejap menerima apa yang dikatakan Soekarno dan segera membubarkan diri.

AH NASUTION MENGUNDURKAN DIRI

Dilansir dari Harian Kompas (12/02/1994), Kolonel AH Nasution kemudian mengundurkan diri dari jabatannya sebagai KSAD setelah permasalahan di internal militer makin parah.

Hal itu tanpa alasan, ia merasa bersalah dari apa yang saat itu sedang terjadi serta demi kebaikan perkembangan negara dan TNI selanjutnya. Sehingga, ia mengalah dengan melepaskan jabatannya itu.

Setelah itu, sempat ada tiga kolonel Bambang yang memimpin TNI AD pengganti AH Nasution, yakni Bambang Supeno, Bambang Sugeng dan Bambang Utoyo. Namun, kepemimpinan tiga Bambang itu tidak memuaskan Presiden Soekarno.

NASUTION KEMBALI JADI KSAD

Masalah makin meruncing dan menjalar ke dalam internal militer secara menyeluruh yang membuat adanya “Piagam Keutuhan AD”.

Perselisihan dikalangan militer terutama TNI AD dianggap selesai setelah adanya Piagam Keutuhan AD sebagai hasil pertemuan di Yogyakarta pada 25 Februari 1955.

Setelah adanya Piagam Keutuhan AD, AH Nasution kembali memimpin TNI AD dan mengembangkan profesionalisme militer sesuai fungsinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *