BANDA ACEH – Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Zahrol Fajri, S.Ag., MH, menekankan pentingnya pelaksanaan Indeks Pembangunan Syariat (IPS) sebagai instrumen untuk mengukur kinerja pemerintah dan lembaga terkait dalam implementasi syariat Islam di Aceh.
Hal itu disampaikan kegiatan diseminasi hasil survey indeks pembangunan syariah (IPS) Provinsi Aceh tahun 2024 di Aula gedung Landmark BSI, Banda Aceh, Rabu (18/12/2024).
Menurutnya, meskipun Aceh memiliki konsep Islam yang inklusif dan ramah, realita di lapangan seringkali tidak sesuai dengan indikator yang telah disusun. Indikator awal seperti kemakmuran masjid, kesadaran beribadah, membaca Al-Qur’an, dan pembelian produk syariah telah dirumuskan, namun penerapannya membutuhkan evaluasi berkelanjutan.
Ia juga menyoroti tantangan seperti angka kemiskinan yang tinggi berdasarkan data BPS, meningkatnya kasus perceraian, dan masalah sosial lainnya. Oleh karena itu, IPS diharapkan dapat menjadi alat evaluasi untuk menyelaraskan harapan dengan realitas di lapangan serta memperbaiki implementasi syariat Islam secara objektif dan terukur.
“Saya berharap IPS menjadi acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam menyusun strategi serta program yang tepat sasaran. Selain itu, IPS juga diharapkan dapat menjadi cermin bagi masyarakat untuk mengevaluasi diri dan bersama-sama bangkit dari ketertinggalan. Dengan dukungan dari berbagai pihak, pelaksanaan syariat Islam di Aceh diharapkan dapat membawa dampak positif dan menghilangkan pandangan negatif terhadap pelaksanaan indeks tersebut,” ujar Zahrol.
Sementara Ketua Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat (PKPM) Aceh, Prof. Muslim Zainuddin menjelaskan, Survei Indeks Pembangunan Syariah (IPS) tahun 2024 merupakan hasil kerja sama antara Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh dan PKPM Aceh yang telah mencakup seluruh wilayah provinsi.
Diseminasi tersebut bertujuan memaparkan hasil penelitian terkait pelaksanaan dan pemahaman masyarakat mengenai syariat Islam di Aceh, sekaligus mengukur tingkat keberhasilan pembangunan syariah serta implementasi kebijakan Pemerintah Aceh.
Penegakan syariat Islam di Aceh merupakan agenda strategis pemerintah yang didukung oleh berbagai perangkat hukum, mulai dari UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang keistimewaan Aceh, UU Nomor 18 Tahun 2001, hingga penerapan syariat Islam secara resmi sejak 4 Maret 2003.
Selanjutnya, Ketua Peneliti, Dr. Khairizzaman memaparkan bahwa survei dilakukan di 23 kabupaten/kota dengan fokus pada 6 wilayah utama, yaitu Aceh Singkil, Aceh Barat, Lhokseumawe, Aceh Tengah, Sabang, dan Pidie.
“Survei ini mengukur tujuh dimensi utama, yaitu Aqidah, Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS), Kepatuhan Membayar Zakat, Hukum Jinayat, Manajemen Masjid/Meunasah, Melek Al-Qur’an, dan Akhlak. Dari total target 2.300 responden, survei berhasil menjangkau 2.839 responden yang mewakili berbagai unsur masyarakat,” ujarnya.
Hasil survei tersebut menunjukkan peningkatan pada hampir semua dimensi yang menjadi indikator pengukuran IPS. Dimensi Aqidah meningkat dari skor 79,75 menjadi 87,01 (Sangat Baik), Qanun LKS dari 76,75 menjadi 85,58 (Sangat Baik), Kepatuhan Membayar Zakat dari 79,75 menjadi 84,03 (Baik), Hukum Jinayat dari 80,63 menjadi 83,51 (Baik), Manajemen Masjid/Meunasah dari 80,78 menjadi 83,47 (Baik), dan Melek Al-Qur’an dari 82,28 menjadi 83,25 (Baik). Namun, dimensi Akhlak mengalami penurunan dari 88,06 menjadi 82,50 (Baik).