Ketua DPRA Mangkir Saat Rapat Paripurna Raqan Pertanggungjawaban APBA 2022

ketua
Situasi saat Rapat Paripurna DPRA (Foto: Istimewa)

BANDA ACEH – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Teungku Saiful Bahri atau Pon Yahya mangkir saat rapat paripurna Rancangan Qanun (Raqan) Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2022.

Rapat paripurna yang sedianya dijadwalkan pada Senin (26/6/2023) pukul 14.00 WIB tidak dihadiri oleh Ketua DPRA tersebut. Pasalnya yang bersangkutan padahal berada di kantornya sejak pukul 10.00 WIB.

Selain itu, pada undangan paripurna Raqan Pertanggungjawaban APBA tahun 2022 itu akan dipimpin langsung oleh politisi Partai Aceh tersebut.

Dengan ketidakhadirannya Ketua DPRA Saiful Bahri, menimbulkan tanda tanya besar dikalangan anggota DPRA dan tamu undangan yang berhadir. Karena seluruh undangan dari unsur Pemerintah Aceh telah hadir ke ruang paripurna tersebut.

Tidak hanya itu, hal yang lebih menarik lagi pada surat undangan paripurna tersebut ditandatangani sendiri oleh Saiful Yahya. Kondisi ini seperti sama dengan hal kata pepatah, kau yang mulai kau yang tak menghadiri.

Terkait hal tersebut, sejumlah anggota DPRA bertanya-tanya tentang ketidakhadiran Ketua DPRA itu. Karena di dalam undangan rapat paripurna yang telah lengkap membubuhkan rundown acara dan ditandatangani oleh Saiful Bahri.

“Agenda rapat paripurna tersebut batal terlaksana tanpa alasan yang jelas, sehingga sebagian besar anggota DPR Aceh, bertanya tanya, kenapa rapat paripurna ditunda tanpa terlebih dahulu dibuka oleh ketua ataupun pimpinan lainnya?” Kata salah seorang anggota DPR Aceh.

Menurut anggota legislatif lainnya bahwasanya, lembaga DPRA memiliki mekanisme dan aturan jelas bila ada rapat yang harus ditunda ataupun dibatalkan, sebagaimana diatur dalam tata tertib yang di tetapkan.

Pada pasal 96 Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota disebutkan bahwa, setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan jika memenuhi kuorum.

Selanjutnya, dalam Pasal 97 ayat (1) huruf b, disebutkan bahwa untuk menetapkan Perda dan APBD dihadiri paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD.

Kemudian pada penjelasan lebih lanjut disebutkan juga dalam ayat (3), (4) dan ayat (9) yaitu apabila kuorum tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 1 (satu) jam.

Dikatakannya, apabila pada waktu penundaan rapat kuorum juga belum terpenuhi, maka pimpinan rapat dapat menunda paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang akan ditetapkan oleh Badan Musyawarah. Dan setiap penundaan rapat, dibuat Berita Acara Penundaan Rapat yang ditandatangani oleh Pimpinan Rapat.

“Mekanisme sudah sangat jelas, namun pimpinan tidak mempedomaninya, saya pribadi sangat menyayangkan, karena pimpinan tidak hadir dalam pembukaan rapat terlebih dahulu, tiba-tiba langsung diputuskan rapat ditunda dan tentunya penundaan tersebut tidak sesuai dengan mekanisme. Saya berharap semoga hal seperti ini tidak terjadi lagi dikemudian hari, ” demikian kata anggota Parlemen Aceh itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *