BANDA ACEH – Meski Kementerian Dalam Negeri meminta Pemerintah Aceh untuk konsisten terhadap program yang disusun melalui proses perencanaan, mulai dari RKPA, KUA, PPAS, dan Raqan APBA 2024, namun hal ini tidak berlaku bagi Bustami, Sekretaris Daerah Aceh.
Dalam berkas evaluasi Kemendagri itu, Pemerintah Aceh diingatkan untuk memastikan seluruh belanja daerah disusun berdasarkan ketentuan perundang-undangan, terutama untuk melaksanakan program prioritas daerah dan mendukung program prioritas pembangunan nasional 2024.
Hari ini, Bustami mengeluarkan surat yang melarang SKPA melakukan rasionalisasi sesuai dengan hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri terhadap Rancangan Qanun Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh 2024. Evaluasi itu mengharuskan Pemerintah Aceh untuk melakukan rasionalisasi.
Dalam salinan surat yang dtandatangani Bustami, yang ditujukan kepada seluruh Kepala SKPA dan Kepala Biro, Bustami meminta Kepala SKPA menyesuaikan RKA-SKPA melalui aplikasi SIPD.
Pada poin kelima surat itu, Bustami meminta agar kepala SKPA tidak mengurangi kegiatan dan subkegiatan yang bersumber dari dana terikat, seperti dana alokasi umum, dana alokasi khusus, insentif fiskal, dana bagi hasil sawit, dana bagi hasil cukai hasil tembakau, DBH-DR, dan hibah.
Satu anggaran yang tidak boleh dikurangi adalah kegiatan pokok-pokok pikiran. Kegiatan pokok-pokok pikiran ini adalah kegiatan yang diusulkan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.
Surat ini ditemumbuskan kepada Penjabat Gubernur Aceh, pimpinan DPR Aceh, Kepala Bappeda Aceh, Kepala BPKA, dan Inspektur Aceh.
Penerbitan surat ini diduga untuk memuluskan anggaran kegiatan pokok-pokok pikiran di DPR Aceh yang mencapai Rp 1,2 triliun lebih. Juru bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, mengatakan langkah penggelembungan ini berpotensi membenturkan pejabat di Satuan Kerja Perangkat Aceh dengan aturan hukum.
“Potensi penambahan program baru itu tidak berbasis perencanaan yang baik dan tidak berbasis reses. Hal ini berpotensi bermasalah secara hukum dikemudian hari, terutama terhadap pegawai di Satuan Kerja Perangkat Aceh, sebagai pelaksana anggaran,” kata Muhammad MTA, Rabu, 31 Januari 2024.
Di saat yang sama, Pemerintah Aceh juga harus berhadapan dengan sikap anggota DPR Aceh yang enggan memotong anggaran pokok pikiran. Hal ini berpotensi mengamputasi kemampuan SKPA untuk melaksanakan agenda wajib dan prioritas.
Muhammad MTA mengatakan penggelembungan SiLPA ini membuat program-program penting dikorbankan untuk mengakomodir anggaran pokok pikiran. Seharusnya DPR Aceh, kata dia, tidak mengorbankan keinginan mereka yang merusak agenda-agenda wajib dan prioritas SKPA.
“Seharusnya dewan bersikap objektif dan tidak ngotot untuk pertahankan penambahan pokir. Seharusnya ada kerelaan agar tidak mengorbankan program-program prioritas SKPA. Inilah rasionalisasi yang sedang dilakukan saat ini,” kata Muhammad MTA.