JAKARTA – Hingga tanggal 17 Oktober 2023, Gaza, Palestina, terus menghadapi eskalasi kekerasan oleh Israel, menciptakan kondisi yang semakin memburuk dan bencana kemanusiaan yang melanda wilayah tersebut.
Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Yayasan Persahabatan dan Studi Peradaban, Ahed melalui siaran persnya di Jakarta, Rabu (18/10/2023).
“Pendudukan Israel telah memutuskan pasokan air, listrik, bahan bakar, dan menghentikan impor bahan makanan ke Gaza. Akibatnya, Gaza menghadapi bencana kemanusiaan serius dan mengalami tindakan kekerasan yang mengakibatkan kerugian besar,” kata Ahed.
Dalam sehari, Israel telah melakukan serangan dengan lebih dari 1.200 ton amunisi bom yang dianggap ilegal secara internasional, mengakibatkan kerusakan yang parah.
Ribuan rumah telah hancur atau rusak parah, mendorong 445.000 warga sipil untuk mengungsi, sementara upaya penyelamatan oleh Tim SAR menghadapi banyak hambatan.
Ahed melaporkan bahwa serangan Israel telah menyasar warga sipil, paramedis, fasilitas kesehatan, dan institusi pendidikan. Hingga saat ini, 144 lembaga pendidikan, termasuk universitas, sekolah, dan taman kanak-kanak, menjadi target serangan.
Situasinya semakin memprihatinkan dengan peningkatan jumlah korban jiwa di Gaza yang terus berlanjut. Bahkan dalam setiap interval 5 menit, seorang warga Palestina di Gaza tewas akibat serangan Israel. Menurut kantor Informasi Pemerintahan Gaza, 64% dari korban jiwa adalah anak-anak dan wanita.
“Pada hari Senin kemarin, jumlah korban serangan Israel telah mencapai 2.778 orang, dengan 9.938 lainnya mengalami luka-luka. Selain itu, 371 keluarga dengan seluruh anggota keluarganya telah musnahkan,” kata Ahed.
Sejak dimulainya agresi Israel, jumlah korban tewas dan luka-luka telah melampaui angka 3.200 orang hingga Senin (16/10), dengan sekitar sepertiga di antaranya adalah anak-anak dan sepertiga lainnya adalah wanita dan orang tua.
“Angka ini belum mencakup korban yang mungkin masih terkubur di bawah reruntuhan sejak awal agresi di Gaza,” tambah Ahed.