BANDA ACEH – Pekan Kebudayaan Aceh adalah sebuah kegiatan lima tahunan yang diadakan Provinsi Aceh untuk mempromosikan dan merayakan kekayaan budaya dan seni Aceh. Kegiatan ini telah berkembang sejak pertama kali diadakan dan memiliki sejarah yang panjang.
Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia (PYM) Malik Mahmud Al-Haytar, dalam sambutannya menceritakan sekilas tentang pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) dari masa ke masa dan berharap pelaksanaan PKA ke-8 tahun 2023 lebih baik dan lebih berkualitas dari tahun-tahun yang sebelumnya.
“PKA ke-8 harus lebih berkualitas, selain menjadi ajang pelestarian budaya, kegiatan ini harus pula mampu membangkitkan sektor lain, termasuk sektor ekonomi masyarakat,” kata Wali Nanggroe PYM Malik Mahmud Al-Haytar dalam sambutannya pada malam puncak pembukaan, Sabtu (04/11/2023) malam.
Tak hanya itu, Wali Nanggroe juga mengapresiasi sejumlah inovasi dan kreasi baru yang tumbuh di Aceh. Hal itu, merupakan suatu yang lumrah terjadi ditengah perkembangan zaman serba digitalisasi. Namun, Wali Nanggroe mengingatkan agar kreasi dan inovasi tersebut tidak melenceng dari adat budaya Aceh yang kental dengan nilai-nilai Islam.
PDYM Malik Mahmud Al Haytar juga mengapresiasi perencana dan pelaksanaan PKA tahun ini. Kegiatan ini disebut digelar dengan tujuan untuk melestarikan nilai-nilai kebudayaan, sejarah, dan adat istiadat Aceh.
“Tentunya kita berterima kasih kepada para inisiator awal di tahun 1958 dan semua pihak yang terlibat. Sehingga, di tahun 2023 PKA kembali dapat dilaksanakan. Menjadi harapan kita semua, penyelenggaraan PKA tahun ini tentunya harus lebih berkualitas dari pelaksanaan kegiatan yang sama di masa-masa sebelumnya,” jelas Malik.
Kemudian, Dia berharap event tersebut juga menjadi pekan edukasi bagi masyarakat Aceh, khususnya untuk kalangan generasi muda. Malik menyarankan segala hal yang ditampilkan pada PKA harus tetap terfokus pada tiga hal yakni kebudayaan, sejarah dan adat istiadat Aceh.
“Meskipun tidak dapat kita pungkiri, di era sekarang ini telah muncul beragam inovasi yang memengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk dalam bidang kebudayaan dan adat istiadat. Sehingga, misalnya telah muncul banyak kesenian-kreasi baru, perpaduan antara kesenian khas Aceh, dan kesenian kekinian hal itu lumrah terjadi dalam perkembangan peradaban sebuah bangsa,” ujarnya.
AWAL MULA DILAKSANAKAN PKA TAHUN 1958 HINGGA 2023
Sebelum Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) digelar untuk pertama kalinya pada tahun 1957 terbentuk Lembaga Kebudayaan Aceh yang diketuai Mayor T Hamzah. Lembaga ini kemudian mempersiapkan pelaksanaan PKA I pada tahun 1958.
Perhelatan PKA-I tersebut digelar di Gedung Balai Teuku Umar Kutaraja pada tanggal 12 hingga 23 Agustus 1958. Denga tema “Adat bak Poteumeuruhom, Hukom bak Syiah Kuala”. Nilai-nilai kebudayaan Aceh yang mengalami degradasi dari masa ke masa, digali dan diangkat kembali dalam pegelaran PKA pertama.
Satu hasil penting dari hajatan PKA I lahirnya “Piagam Blangpadang”. Piagam Blangpadang berisikan tentang menghidupkan kembali adat istiadat dan kebudayaan Aceh dalam setiap gerak pembangunan Aceh dan masyarakat. Implementasi “Piagam Blangpadang” terus ditindaklanjuti hingga 14 tahun kemudian yang ditandai dengan penyelenggaraan PKA II tahun 1972.
Pada PKA II yang berlangsung pada 20 Agustus hingga 2 September 1972. PKA II digelar sebagai upaya memelihara dan meningkatkan ketahanan nasional yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, bu-daya, militer, hankam dan agama (Ipoleksosbut-milag). Selain itu, PKA II juga membuka isolasi dan ketertinggalan daerah Aceh di segala bidang, terutama prasarana fisik, ekonomi, dan sosial budaya. Rangkaian acara PKA II diantaranya Pameran Kebudayaan, Pawai Kebudayaan, Seminar Kebudayaan, Pertunjukan Adat, Pementasan Kesenian, Perlombaan Rakyat dan Kunjungan Wisata.
Memasuki tahun 1988 PKA kembali digelar, jika diurutkan menjadi PKA-3 dilaksanakan pada tahun 1988, di Lapangan Blangpadang, Banda Aceh. Perhelatan periode ini menguatkan kembali nilai-nilai agama, tradisi, ideologi, ekonomi, pertahanan keamanan dan sosial budaya masyarakat Aceh.
Sederet topik terkait nilai-nilai tersebut di-diskusikan dalam seminar budaya dengan tema “Wajah Rakyat Aceh dalam Lintasan Sejarah”, “Hari Depan Kebudayaan Aceh”, “Identitas Kesenian Aceh di Tengah Pengembangan Budaya Modern” dan “Peranan Sastra Aceh dalam Sastra Indonesia” serta lainnya.
Kemudian berlanjut pada PKA IV tahun 2004 yang dilaksanakan pada tanggal 19 hingga 28 Agustus. Hajatan periode ini juga menandakan penetapan Taman Sulthanah Safiatuddin, Banda Aceh, sebagai venue utama pelaksanaan PKA. Sejumlah anjungan Kabupaten/Kota dibangun di Taman Sulthanan Safiatuddin.
Rangkaian acara PKA IV antara lain atraksi budaya, pasar seni, pameran buku, pawai budaya, dan kenduri massal. Perhelatan tahun ini berlangsung meriah dan cukup menarik antusiasme masyarakat Aceh untuk menyaksikannya.
Tibalah pada masa kebangkitan masyarakat Aceh dengan dilaksanakannya kembali pelaksanaan PKA V setelah Aceh dilanda gempa dan tsunami dahsyat pada 26 Desember 2004. Terlebih Aceh sudah menandatangani perjanjian damai RI dan GAM pada tahun 2005.
Pegelaran PKA V ini digelar pada 2 hingga 11 Agustus 2009 di Taman Sulthanah Safiatuddin. Dengan mengangkat tema “Satukan Langkah, Bangun Aceh dengan Tamaddun”. Kegiatannya antara lain parade budaya, gebyar seni, seminar budaya, aneka lomba permainan rakyat, dan expo.
Perhelatan ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta dan apresiasi masyarakat dalam mengaktualisasikan nilai-nilai budaya Aceh yang islami, melestarikan keragaman budaya dalam memperkokoh kedamaian yang abadi di Aceh, meningkatkan peran serta masyarakat sekaligus mempromosikan adat dan produk budaya maupun pariwisata Aceh.
Tahun 2013, PKA VI diselenggarakan pada 20-29 September 2013 di Taman Sulthanah Syafiatuddin. Mengangkat tema “Aceh Satu Bersama”, perhelatan kali ini ingin membentuk kepribadian masyarakat Aceh yang lebih berbudaya, juga untuk menumbuhkan pemahaman, pengamatan, dan pelestarian nilai budaya daerah yang lebih luhur dan beradab untuk mengangkat harkat dan martabat manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai agama. Rangkaian kegiatan antara lain; pawai budaya, pameran, anugerah budaya, gebyar seni, temu budaya, lomba permainan rakyat, Aceh satu dalam sejarah, dan atraksi budaya.
Religi telah menjadi fokus kebudayaan Aceh sejak Islam pertama kali masuk ke Nusantara melalui daerah Aceh. PKA-VII diisi dengan berbagai kegiatan antaranya pawai budaya, pameran dan eksibisi, lomba atraksi budaya, festival seni dan budaya, seminar kebudayaan dan kemaritiman, serta anugerah budaya.
Tibalah pada penghujung PKA-VII yang digelar pada 5-15 Agustus 2018, di Banda Aceh, dengan tema “Aceh Hebat dengan Adat Budaya Bersyariat”, karena kebudayaan Aceh sangat identik dengan nilai-nilai syariat.
Saat ini, PKA VIII tahun 2023 dilaksanakan pada tanggal 04 – 12 November 2023, lokasi pelaksanaannya di Taman Sulthanah Safiatuddin, Banda Aceh dan Venue pendukung lainnya. Dengan tema “Jalur Rempah” dengan tagline “Rempahkan Bumi Pulihkan Dunia”.
Berikut rangkaina kegiatan, pawai budaya, pameran sejarah jalur rempah, festival busana, festival kuliner, pertunjukan dan lomba seni budaya, pertunjukan dan lomba adat budaya, aneka lomba permainan rakyat, seminar internasional, dan business matching.
Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) merupakan ajang perhelatan kebudayaan terbesar masyarakat Aceh untuk melestarikan nilai-nilai budaya, sejarah dan adat istiadat Aceh yang telah dilaksanakan sejak tahun 1958, 1972, 1988, 2004, 2009, 2013, 2018 hingga 2023. (ADV)