BANDA ACEH – Provinsi Aceh terkenal dengan kekayaan budayanya yang kental dengan nilai-nilai Islam, telah menjadi sorotan dalam dunia seni kontemporer. Seni kontemporer di Aceh tidak hanya menjadi medium ekspresi seniman, tetapi juga mencerminkan bagaimana seni dapat menyesuaikan diri dengan nilai-nilai keislaman yang mendalam.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Bidang Bahasa dan Seni Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, Nurlaila Hamjah, S.SOS., M.M kepada situasi.co.id saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Rabu (18/10/2023).
Menurut Nurlaila, Aceh dikenal sebagai Serambi Mekah dan sering dianggap sebagai salah satu benteng Islam di Indonesia, memiliki budaya Islam yang kuat. Nilai-nilai seperti keadilan, kasih sayang, dan keramahan sangat ditekankan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh.
Masyarakat Aceh juga terkenal dengan kekayaan seni tradisionalnya, seperti tari Saman dan seni ukir meubel. Namun, seiring berjalannya waktu, seni kontemporer mulai muncul sebagai wujud ekspresi seniman Aceh yang ingin menggali lebih dalam makna keislaman dalam konteks modern.
“Seni kontemporer di Aceh mencerminkan kompleksitas dan kekayaan budaya Islam dengan cara yang lebih kontemporer,” ujar Nurlaila Hamjah.
Nurlaila mengungkapkan, salah satu seniman yang menjadi ikon seni kontemporer Aceh adalah Said Akram SSn. Dia adalah seorang seniman Aceh yang dikenal dengan karya-karyanya yang penuh warna dan simbolisme agama.
“Ia dikenal sebagai salah satu perupa kaligrafi nasional yang karya-karyanya sudah mendunia, dan tetap konsisten dalam kemegahan percaturan seni lukis kontemporer dewasa,” ujarnya.
Lebih lanjut Nurlaila menjelaskan, dia sudah mengikuti lebih dari 50 pameran yang diadakan secara nasional maupun internasional.
Disamping itu juga, lanjut Nurlaila, salah satu karya lukisan kaligrafinya (kaligrafi kontemporer) menjadi pilihan untuk koleksi negara di Koleksi Galeri Nasional Republik Indonesia bersama delapan karya kaligrafer Indonesia lainnya.
“Ini adalah cara seniman Aceh mengekspresikan nilai-nilai keislaman dalam konteks seni kontemporer, sementara tetap mencerminkan identitas budaya Aceh,” katanya.
Namun, seni kontemporer di Aceh tidak hanya sebatas kaligrafi saja. Seni kontemporer mencakup berbagai medium, termasuk seni pertunjukan, video seni, dan instalasi.
Oleh karena itu, Disbudpar Aceh senantiasa menjembatani para seniman di Aceh dengan memadukan seni kontemporer dan nilai-nilai Islam melalui pertunjukan seni yang penuh makna.
“Misalnya, sebuah pertunjukan teater yang mengangkat isu-isu sosial dalam masyarakat Aceh, seperti perdamaian, keadilan, dan keberagaman, dapat menjadi wujud seni kontemporer yang relevan dengan nilai-nilai keislaman,” katanya.
Selain itu, Nurlaila mengatakan, beberapa seniman muda Aceh juga terlibat dalam seni media dan seni digital. Mereka menggunakan teknologi untuk menyampaikan pesan-pesan keislaman melalui karya-karya animasi, video, dan seni digital lainnya.
“Inovasi ini menggambarkan bagaimana seni kontemporer di Aceh terus berkembang dan beradaptasi dengan perkembangan zaman,” jelasnya.
Menurutnya, salah satu tantangan dalam seni kontemporer di Aceh adalah menjaga keseimbangan antara ekspresi seniman dan sensitivitas terhadap nilai-nilai keislaman.
Beberapa karya seni kontemporer mungkin menjadi kontroversial, dan seniman harus berhati-hati agar tidak menyinggung nilai-nilai keagamaan yang dipegang teguh oleh masyarakat Aceh.
“Namun, banyak seniman Aceh telah berhasil mengatasi tantangan tersebut dengan bijak,” ungkapnya.
Masyarakat Aceh, lanjutnya, sebagian besar telah menerima seni kontemporer sebagai wujud ekspresi seniman yang dapat memperkaya budaya dan pemahaman mereka tentang Islam. Seni kontemporer telah menjadi sarana penting untuk mendiskusikan isu-isu sosial, moral, dan budaya dalam masyarakat Aceh, dan juga menjadi alat untuk mempromosikan perdamaian dan toleransi.
Dikatakannya, Pemerintah Aceh melalui Dinas kebudayaan Dan Pariwisata Aceh juga telah mendukung perkembangan seni kontemporer dengan menggelar berbagai pameran seni dan festival seni yang mempertunjukkan karya-karya seniman lokal.
“Ini memberikan peluang bagi seniman Aceh untuk memamerkan karyanya dan mendapatkan apresiasi dari masyarakat lebih luas,” ujar Nurlaila
Dengan kata lain, lanjut Nurlaila, seni kontemporer di Aceh telah menjadi wujud ekspresi seniman yang mencerminkan nilai-nilai keislaman dalam konteks modern.
“Seniman Aceh berhasil menggabungkan elemen-elemen keislaman dalam karya-karya mereka, sehingga seni kontemporer di Aceh menjadi medium yang kuat untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan, moral, dan sosial,” pungkasnya (ADV)