BANDA ACEH – Kepala Dinas Pariwisata Simeulue, Asmanudin, menanggapi protes pengurus Dewan Kesenian Aceh (DKA) terkait pembentukan panitia penyelenggara event Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke – 8 di Banda Aceh.
Menjawab kritikan oleh DKA Simeulue, Asmanudin mengatakan, pembentukan panitia sudah dilakukan minggu lalu. Namun, rapat tersebut bersifat terbatas. Karena, hanya kepala-kepala seksi yang hadir yakni para Kepala Dinas.
Diantaranya kepala Dinas Pemuda dan Olahraga. Kemudian, Kepala Dinas DPMD, Kepala Dinas Perizinan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kepala Dinas Perindagkop, Kepala Dinas Perkebunan, Kepala Dinas Pertanian.
“Yang bertanggungjawab ini kan kepala Dinas. Karena inikan anggarannya anggaran daerah. Jadi kalau event-event seperti ini penanggung jawab seksinya harus Kepala Dinas. Karena, apapun cerita inikan event Daerah. Pengalaman- pengalaman tahun sebelumnya para Kepala Dinas ini jadi ujung tombak,” jelas Kadis Pariwisata Simeulue, Asmanudin.
“Pameran kita ada 3. Pertama, Pameran Rempah. Kedua, Pameran Anjungan dan yang ketiga ada pameran masakan olahan. Jadi 3 tempat itu ada di Blangpadang, ada di anjungan, ada di Darussaalam. Nah, ini masing-masing pameran ini tanggung jawabnya kepala-kepala Dinas,” katanya.
Dibawahnya itu nanti, kata dia, baru diambil dari unsur lain seperti bawahan para Kepala Dinas, Unsur PKK dan Dekranasda.
“Istilahnya keroyokan. Anggaran kita memang terbatas, dalam SIPD kita cuma 100 orang yang bisa di handle. Karena SIPD sekarang gak seperti SIMDa dulu,” jelasnya.
Oleh sebab itu, jika pengurus DKA Simeulue keberatan dan ingin memberikan masukan, Kepala Dinas Pariwisata Simeulue itu mengaskan pengurus DKA Simeulue seharusnya menyampaikannya melalui mekanisme resmi.
“Keberatannya dimana? Karena gak pernah mereka menyampaikan secara tertulis sama kita. Sudah dua kali kita rapat sama DKA. Bahkan Dinas sudah kirim surat sama orang itu, terkait tari mandidik karena orang provinsi selalu minta. Kok Simeulue belum? Kabupaten lain sudah. Sampai tanggal 28 gak juga di kirim, sampai hari ini juga belum. DKA itu kan mitra, diluar struktural pemerintah. Ya kalau mau kasih masukan buat secara tertulis,” ungkapnya.
Nah, kemudian, personel nandong yang dipersoalkan itu harus dibawah sanggar gak boleh diluar sanggar.
“Sekarang kita tanya sanggar mana yang sudah dibina DKA? Kalau memang ada mana sanggar-sanggar nya. Kemudian tari mandidik mana sanggarnya? Gak boleh dikirim nama aja. Harus ada KTP nya, berapa umurnya, kemudian sinopsisnya dibuat,” ucapnya.
Kemudian, soal Anggaran. sekarang ini jauh berbeda dengan PKA pada tahun 2018 yang nilainya hanya Rp1,3 Miliar sementara sekarang Rp1,1 Miliar.
“Coba bandingkan harga barang tahun 2018 dan harga barang sekarang. Coba bandingkan ongkos lima tahun yang lalu sama sekarang. Makanya kita ini betul-betul efesiensi sebesar-besarnya. Jangan nanti jebol terutang Dinas,” jelasnya.
Dirinya juga sudah sering menyampaikan kepada pimpinannya yakni Penjabat Bupati Simeulue, Ahmadlyah. Dari Rp1,7 Miliar yang yang diusulkan Dinas pariwisata turun menjadi Rp1,1 Miliar.
“Dan itu kita memahami kondisi Anggaran Daerah. Pak Pj Bupati mengatakan ya harus dipahami lah keadaan daerah,” imbuhnya.
Terkait persoalan anggaran, Asmanudin membandingkan dengan Aceh Barat yang nilainya Rp2 Miliar lebih.
“Aceh Barat aja sekitat Rp2 M lebih itu anggarannya untuk PKA. Padahal mereka gak nyebrang laut. Aceh selatan Rp1,8 mereka gak nyebrang laut. Kita nyebrang laut, makanya harus hati-hati. Orang itu 3 hari Surat Tugasnya (ST) ke Banda Aceh. Kalau kita gak bisa 3 hari. Maka Simeulue beda perlakuannya,” pungkasnya.