News  

UNHCR Dinilai Dalang Mobilisasi Imigran Rohingya di Aceh

imigran-rohingya
Para imigran Rohingya yang saat ini ditempatkan sementara di Lapang Barat, Kecamatan Gandapura, Bireuen sedang menunaikan kewajiban sebagai muslim yaitu salat (Foto: Ajnn)

BANDA ACEH – Gerakan Mahasiswa Peduli Aceh (GeMPA) menolak United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) bekerja atau beroperasi di Aceh. Lembaga internasional yang menangani terkait pencarian suaka dan pengungsi ini dinilai sebagai dalang mobilisasi imigran Rohingya ke Tanah Rencong.

“Kita masyarakat Aceh secara tegas menolak kehadiran UNHCR yang diduga ingin menjadikan Aceh sebagai objek operasi dan proyek tertentu terkait gelombang imigran dengan memanfaatkan nilai-nilai kemanusiaan dan kepedulian masyarakat Aceh yang tinggi,” kata Koordinator GeMPA, Ariyanda Ramadhan, Minggu, 26 November 2023.

Dia mengatakan kehadiran para pencari suaka dari Rohingya ke Indonesia khususnya ke Aceh semakin hari semakin meresahkan masyarakat. Pasalnya gelombang imigran Rohingya yang datang ke Aceh sering kali tidak mengindahkan norma-norma berlaku di Tanah Rencong.

Perlu diingat, kata Ariyanda, Indonesia belum menjadi Negara Pihak dari Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967, serta belum memiliki sebuah sistem penentuan status pengungsi. Untuk itu, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota harus tegas.

Ariyanda menyampaikan bahwa Ini bukan lagi sebatas persoalan kemanusiaan tapi sudah terkesan berlebihan bahkan berpotensi menjadi ancaman stabilitas Aceh.

“Bayangkan saja, jumlah imigran Rohingya ke Aceh saat ini sudah mencapai 1200 orang, dan jika pemerintah tidak punya sikap tegas maka ke depan akan terus bertambah,” ujarnya.

Menurut GeMPA, kondisi ekonomi rakyat Aceh saat ini sangat memprihatinkan, belum lagi kondisi keuangan hampir di setiap daerah di Tanah Rencong sedang dilematis dan defisit. Oleh karena itu tidak memungkinkan untuk menangani persoalan Rohingya sebab program kebutuhan masyarakat Aceh masih relatif minim.

“Kami menolak keberadaan imigran Rohingya yang memanfaatkan kebaikan masyarakat lokal dan kerap mengabaikan kearifan lokal Aceh. Dan keberadaan rohingya di Aceh akan menjadi permasalahan baru di Aceh bahkan berpotensi menimbulkan konflik sosial baru bahkan peluang kriminal seperti perdagangan orang dan sebagainya juga gak bisa dihindari. Persoalan masyarakat Aceh sendiri saja Pemerintah belum mampu tangani, jangan ditambah lagi dengan persoalan imigran Rohingya yang terus menerus menjadikan Aceh sasaran imigrasi,” sebutnya.

Ariyanda mengatakan, jika sebatas membantu sesama manusia kita bisa saja memberikan bantuan makanan setelah itu pihak Rohingya terdampar silahkan kembali ke perahunya untuk melanjutkan perjalanannya.

Pihaknya juga mengaku heran dengan elit politik Aceh yang selama ini jelas-jelas tak peduli masyarakatnya tapi malah justru ambil panggung memainkan sandiwara sok-sok an peduli Rohingya dengan dalih kemanusiaan, untuk ambil empati rakyat jelang tahun politik.

“Kita rakyat Aceh ini bukan tidak menjunjung tinggi hak asasi manusia, tapi jika kita terus-terusan di jadikan target hingga hak asasi warga dan rakyat kita sendiri terabaikan justru sudah tak bisa dibiarkan. Jadi, kita harus bisa memilah mana yang lebih utama dan juga kita harus tegas agar tidak dijadikan sasaran empuk dari misi pihak tertentu dari luar. Masyarakat Aceh yang mengungsi karena banjir saja Pemerintah Aceh belum maksimal tangani, ditambah lagi dengan imigran Rohingya,” kata Ariyanda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *